Wednesday, August 7, 2013

Microphone


  1. Jenis-Jenis Microphone
1.1.Berdasarkan polar-pattern
A microphone's directionality or polar pattern indicates how sensitive it is to sounds arriving at different angles about its central axis. The polar patterns illustrated above represent the locus of points that produce the same signal level output in the microphone if a given sound pressure level (SPL) is generated from that point. How the physical body of the microphone is oriented relative to the diagrams depends on the microphone design. For large-membrane microphones such as in the Oktava (pictured above), the upward direction in the polar diagram is usually perpendicular to the microphone body, commonly known as "side fire" or "side address". For small diaphragm microphones such as the Shure (also pictured above), it usually extends from the axis of the microphone commonly known as "end fire" or "top/end address".
Some microphone designs combine several principles in creating the desired polar pattern. This ranges from shielding (meaning diffraction/dissipation/absorption) by the housing itself to electronically combining dual membranes.

-          Cardiroid
Istilah cardiroin berasal dari istilah cardiac (heart), hal ini disebabkan oleh bentuk polar pattern-nya yang menyerupai bentuk jantung. Adapun cirri-ciri dari tipe mic ini antara lain:
Suara masuk hanya dari depan
Paling sering dipakai dan sangat dianjurkan
Ada tanda di leher / box microphone

-          Sub cardiroid 
        Karakteristiknya, antara lain:

-       Super cardiroid
Ciri-cirinya:
Suara bisa masuk dari belakang

-          Hyper cardiroid


-          Omni directional
        Karakteristiknya antara lain
-       Bi-directional
        karakteristiknya, antara lain:


-          Shoot gun mic
1.2.Berdasarkan jenis sensor/cara kerja
1.3.Berdasarkan jenis koneksi
Tekni menggunakan Mic

Thursday, July 18, 2013

Frekuensi dan Kenyaringan

1. Frekuensi
Frekuensi mungkin bukan lagi hal yang asing bagi kita. Sejak di tingkat pendidikan menengah kita mungkin sudah sering mendengarkan istilah getaran, maupun suara. Secara ilmiah frekuensi berarti jumlah getaran yang terjadi setiap/dalam satu detik. Bunyi yang sehari-hari kita dengar adalah akibat dari adanya getaran, baik getaran senar gitar, getaran udara, getaran snair drum, getaran pita suara, getaran gendang telinga dan lain-lain.
Satuan untuk frekuensi adalah Hertz (Hz). Sedangkan frekuensi getaran yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20Hz sampai 20 kHz.
Gambar 1 : Spectrum frekuensi bunyi

1.1. Nada dan warna suara
Frekuensi merupakan hal yang mendasar dalam akustik maupun sound engineering. Suara atau bunyi ada yang bersifat single frekuensi, dan ada pula yang bersifat multi frekuensi. Ketika kita berbicara tentang teori, kita pasti akan lebih menyukai single frekuensi. Namun pada kenyataannya kita akan akan lebih sering menjumpai bunyi-bunyian yang bersifat multifrekuensi (sekalipun itu adalah bunyi satu nada). Seperti halnya negara kita yang beraneka ragam [biar agak nasionalis dikit], setiap nada yang diciptakan oleh sebuah alat musik, umumnya terdiri dari berbagai-bagai frekuensi. Sebagaimana variasi yang dimiliki setiap negara menciptakan karakter khas negara tersebut, begitu pula warna frekuensi dari nada tiap alat musik memberikan indentitas yang membedakan alat musik yang satu dengan yang lain.
Untuk lebih memahami bahasa ahli seperti saya [ngarep], mari kita perhatikan gambar spektum nada A=440Hz pada 3 alat musik berikut.

Gambar 2 : Nada dan Warna Suara
Kita dapat melihat bahwa nada (dalam contoh ini nada A = 440Hz)  adalah frekuensi yang dominan, sedangkan frekuensi lainnya pun hadir sebagai warna suara yang membedakan alat musik yang satu dengan alat musik yang lain.


1.3. Jenis dan sifat frekuensi bunyi
Sebagai seorang sound engineer kita pasti akan sering mendengar istilah Hi-Low [bukan nama susu penguat tulang ya ... :D]. Istilah ini sebenarnya merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan 2 jenis utama frekuensi bunyi. Mungkin ada yang bertanya, mengapa orang perlu menggolongkan frekuensi bunyi yang satu dengan frekuensi bunyi yang lain. Hal ini disebabkan karena kedua kelompok frekuensi ini akan memiliki sifat yang berbeda. Mari kita lihat kedua kelompok frekuensi bunyi tersebut.
1.3.1. Low Frekuensi (LF: 20 - 200Hz)
Kelompok frekuensi yang sering dikenal dengan istilah bass ini memiliki sifat:
- Omni direktional, artinya mudah menyebar ke segala arah
- Tidak mudah diredam

1.3.2. High Frekuensi (HF: 200 - 20000Hz)
Sedangkan kelompok frekuensi yang sering dikenal dengan istilah treble/tone ini memiliki sifat antara lain:
- direktional, artinya memiliki perambatan yang terarah
- seperti sinar, mudah dipantulkan
- mudah berkurang kenyaringannya
- contoh alat musik yang didominasi oleh High frekuensi: piano, biola, dan lain-lain



2. Kenyaringan (Intensitas Bunyi) dan hukum-hukum dasarnya
Untuk memudahkan kita memahaminya mari kita simak kisah berikut: "saat latihan, Icon [bukan nama sebenarnya, tetapi sebut saja demikian] memaikan gitar akustik kesayangannya. Dengan kunci dan nada yang sama pada saat kebaktian suara gitar icon terdengar lebih nyaring (yg benar nyaring ya teman-teman, bukan keras) karena ditodong dengan mic dan diperbesar oleh speaker tanpa melalui mixer." Pertanyaannya apakah frekuensi bunyi yang dihasilkan gitar icon berbeda saat latihan dibandingkan saat kebaktian...?
Betul sekali, jawabannya tidak berbeda. Lalu apanya dong yang berbeda? Yang berbeda adalah kenyaringannya atau bagi orang awam bisa kita anggap kenyaringan=power. Kenyaringan dari bunyi biasanya dinyatakan dalam satuan dB (alias desiBell).
Kenyaringan bunyi sangat bergantung pada jarak antara sumber suara dan posisi pendengar dan juga daya yang digunakan sumber suara. Penjabaran secara ilmiahnya bisa kita lihat pada hukum - hukum berikut:
2.1 hukum invers kuadrat
Hukum ini mungkin tidak asing buat teman-teman kita yang duduk di bangku SMA. Dalam bahasa matematika hukum tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Gambar 3 Hukum invers kuadrat

Namun, demi ke-praktisan hukum tersebutkan bisa kita bahasakan secara lebih sederhana sebagai berikut:
Hukum 6 dB: setiap jarak dari sumber bunyi bertambah 2 kali lipat, kenyaringan akan berkurang 6 dB.


2.2. hukum 3 dB
Hukum ini berkaitan dengan penambahan daya. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan menambahkan jumlah sumber suara (umumnya speaker).

Gambar 4. Hukum penambahaan daya (sumber suara/speaker)

Untuk kasus penambahan speaker yag identik dan dengan daya ya identik maka, rumusan di atas dapat dibahasakan dengan istilah Hukum 3 DB, yang berbunyi

Hukum 3 dB: setiap penambahan 1 speaker yang identik, power dan jarak yang sama maka kenyaringan akan [HANYA] bertambah 3dB.




3. Menjaga kesehatan dan kenyamanan telinga yang adalah anugrah Tuhan

Pertanyaan dari bang Ronny:
Menurut teman-teman sekalian mana yang lebih membahayakan bagi telinga manusia, frekuensi tinggi atau kenyaringan tinggi? :)


Wednesday, July 17, 2013

Church Acoustics and Sound Engineering


Selamat datang saudara-saudara terkasih (khususnya saudara se-komisi multimedia).

Sehubungan dengan kegagalan saya menghadiri ujian SOUND sebanyak 2 kali, saya merasa bertanggung jawab untuk menjelaskan apa yang telah saya dapat selama melayani di komisi multimedia. Oleh karena itu, perkenankan saya untuk membuka blog ini.

Artikel-artikel dalam blog ini akan berisi hal-hal yang telah saya peroleh melalui pelatihan maupun selama pelayanan di komisi multimedia. Blog ini tidak mewakili pihak atau organisasi tertentu dan terbuka untuk umum. Berikut adalah topik-topik utama yang akan dibahas:
1. Frekuensi dan kenyaringan
2. Sumber Frekuensi
3. Michrophone
4. Sound transmiting & mixing
5. Desain akustik dan Sound sistem gereja
5. Profesional sound Engineer

Karena Blog ini bersifat terbuka, maka komentar, kritik, saran, atau bahkan request (kayak radio aja . . . hehehe) pengetahuan seputar CA-SE, dari temana-teman sekalian sangat saya harapkan. Semoga blog ini bisa bermanfaat dan memberikan hal-hal yang berguna bagi kita semua.